Sunday, April 9, 2017

PPN, BPHTB, BIAYA MATERAI

BAB I
PENDAHULUAN



  1. A. Latar belakang

Ketentuan mengenai Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) diatur dalam UU No. 21 Tahun 1997 tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan sebagaimana terakhir diubah dengan UU no. 20 tahun 2000. Undang-undang no. 7 tahun 1983 tentang pajak penghasilan sebagaimana telah beberapa kali perubahan, Pertama : UU No. 7 tahun 1991, ke dua : UU No. 10 tahun 1994, Ke tiga : UU No. 17 tahun 2000 dan diubah terakhir dengan UU Pajak Pengahasilan No. 32 tahun 2008. Undang-undang No. 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan UU N0. 28 tahun 2007. 
Pajak adalah iuran atau pungutan wajib yang dupungut oleh pemerintah dari masyarakat untuk menutupi pengeluaran rutin negara dan biaya pembangunan tanpa balas jasa yang dapat ditunjuk secara langsung. Namun secara logika pajak yang dibayar oleh masyarakat tersebut mempunyai dampak secara langsung terhadap kesejahteraan masyarakat seperti pembangunan jalan, jembatan, dan tempat-tempat umum lainnya.

B.   Rumusan Masalah
  1. 1. Apa yang dimaksud dengan PBB,  BPHTB, dan BEA MATERAI ?
  2. 2. Apa subjek dan objek dalam PBB, BPHTB, dan BEA MATERAI ?
  3. 3. Bagaimana dasar pengenaan PBB, BPHTB, dan BEA MATERAI ?
  4. 4. Bagaimana cara perhitungan dalam PB, BPHTB,  dan BEA MATERAI ?



C.  Tujuaan Penulisan
  1. 1. Pembaca dapat mengetahui Pengertian PBB, BPHTB, dan BEA MATERAI.
  2. 2. Pembaca dapat mengetahui subjek dan Objek PBB, BPHTB, dan BEA MATERAI.
  3. 3. Pembaca dapat mengetahui dasar pengenaan PBB, BPHTB dan BEA MATERAI. 
  4. 4. Pembaca dapat mengetahui perhitungan dalam PB, BPHTB,  dan BEA MATERAI.






















BAB II
PEMBAHASAN



  1. A. PAJAK BUMI DAN BANGUNAN (PBB)
  1. 1. Pengertian
Bumi adalah permukaan bumi dan tubuh bumi yang ada dibawahnya. Permukaan bumi meliputi tanah dan perairan pedalaman (termasuk rawa-rawa, tambak, perairan) serta laut wilayah Republik Indonesia. Bangunan adalah konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada tanah dan/atau perairan untuk tempat tinggal, tempat usaha dan tempat yang diusahakan.

Termasuk dalam pengertian bangunan adalah :
  1. a) Jalan lingkungan dalam satu kesatuan dengan komplek bangunan.
  2. b) Jalan tol.
  3. c) Kolam renang.
  4. d) Tempat olahraga.
  5. e) Galangan kapal, dermaga.
  6. f) Taman mewah.
  7. g) Tempat penampungan/kilang minyak, air dan gas, pipa minyak.
  8. h) Fasilitas lain yang memberikan manfaat.
         Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) adalah Pajak Negara yang dikenakan terhadap bumi dan atau bangunan berdasarkan Undang-undang nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan UndangUndang nomor 12 Tahun 1994.
          PBB adalah pajak yang bersifat kebendaan dalam arti besarnya pajak terutang ditentukan oleh keadaan objek yaitu bumi/tanah dan atau bangunan. Keadaan subjek (siapa yang membayar) tidak ikut menentukan besarnya pajak.
               Surat Pemberitahuan Objek Pajak ( SPOP ) adalah surat yang digunakan oleh Wajib Pajak untuk melaporkan data objek pajak menurut ketetuan undang-undang PBB.
  Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT) adalah surat yang digunakan oleh Direktorat Jendral Pajak untuk memberitahukan besarnya pajak yang terutang kepada Wajib Pajak.

  1. 2. Dasar Hukum
  1. a) UU No.12 Tahun 1985 sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU No. 12 Tahun 1994
  2. b) Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 2002 tentang Penetapan Besarnya Persentase Nilai Jual Kena Pajak untuk Pajak Bumi dan Bangunan.
  3. c) Keputusan Menteri Keuangan No.201/KMK.04/2002 tentang Penyesuaian Besar Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOPTKP) sebagai Dasar Perhitungan Pajak Bumi dan Bangunan
  4. d) Keputusan menteri Keuangan No. 552/KMK.04/2002 tentang Perubahan atas Keputusan Menteri Keuangan No.82/KMK.04/2002 tentang Pembagian Hasil Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan antara Pemerintah Pusat dan Daerah.

  1. 3. Subjek dan Objek Pajak
a) Subjek Pajak
    • Orang atau badan yang secara nyata mempunyai hak atas bumi dan/atau memperoleh manfaat atas bumi, dan/atau memiliki, menguasai dan/atau memperoleh manfaat atas bangunan. Dengan demikian tanda pembayaran/pelunasan pajak bukan merupakan bukti kepemilikan. 
    • Jika suatu objek pajak belum diketahui secara pasti siapa WPnya, maka yang menjadi subjek pajak diatur sebagai berikut :
    • Jika suatu subjek pajak memanfaatkan atau menggunakan bumi dan/atau bangunan milik orang lain bukan karena sesuatu hak berdasarkan undang-undang atau bukan karena perjanjian, subjek pajak yang memanfaatkan/menggunakan bumi dan/atau bangunan ditetapkan sebagai Wajib Pajak.
    • Suatu objek pajak yang masih dalam sengketa pemilikan di pengadilan, maka orang atau badan yang memanfaatkan/menggunakan objek pajak tersebut ditetapkan sebagai Wajib Pajak.
    • Subjek pajak yang dalam waktu lama berada di luar wilayah letak pajak objek pajak, sedangkan untuk merawat objek pajak tersebut dikuasakan kepada orang atau badan, maka orang atau badan yang diberi kuasa dapat ditunjuk sebagai Wajib Pajak.

b)  Objek Pajak
    • Yang menjadi objek PBB adalah bumi dan bangunan.
    • Bumi adalah permukaan bumi atau tanah dan isi yang ada di bawahnya, termasuk tanah pekarangan, sawah, empang dan perairan pedalaman (Pasal 1 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 JO Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994).
    • Bangunan adalah konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada bumi, tanah atau perairan untuk tempat tinggal, tempat usaha maupun tempat yang diusahakan (Pasal 1 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 JO Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994). 

Termasuk dalam pengertian bangunan :
    • Jalan lingkungan yang terletak dalam suatu kompleks bangunan, seperti hotel, pabrik dan emplasemennya, yang merupakan satu kesatuan dengan komplek bangunan tersebut;
    • Jalan tol;
    • Kolam renang;
    • Pagar mewah;
    • Tempat olah raga;
    • Galangan kapal, dermaga;
    • Tempat penampungan/kilang minyak, air dan gas, pipa minyak;
    • Fasilitas lain yang memberikan manfaat (Penjelasan Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 JO Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994 ).

Dikecualikan dari pengenaan PBB (Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 JO Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994)
    1. a. Tanah atau bangunan yang digunakan semata-mata untuk melayani kepentingan umum di bidang ibadah, sosial, kesehatan, pendidikan dan nasional, yang dimaksudkan untuk tidak memperoleh keuntungan. Contoh objek yang dikecualikan atau tidak dikenai PBB seperti : pesantren atau sejenisnya, sekolahan/madrasah, tanah wakaf, rumah sakit pemerintah dan lain-lain .
    2. b. Tanah atau bangunan yang digunakan untuk kuburan umum, peninggalan purbakala, atau sejenis dengan itu seperti museum.
    3. c. Tanah atau bangunan yang digunakan oleh perwakilan diplomatik atau konsulat berdasarkan asas perlakuan timbal balik.
    4. d. Tanah yang merupakan hutan lindung, hutan suaka alam, taman nasional, tanah pengembalaan yang dikuasai oleh desa dan tanah negara yang belum dibebani sesuatu hak.
    5. e. Bangunan yang digunakan oleh perwakilan organisasi Internasional yang ditentukan oleh Menteri Keuangan.

    1. 4. Tarif dan Tata Cara Perhitungan, Penyetoran dan Pelaporan   
    2. a) Tarif 
Berdasarkan UU No. 12 tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang No.12 tahun 1994, tarif pajak yang dikenakan atas obyek pajak adalah sebesar 0,5% (lima per sepuluh persen). Sedangkan menurut UU Nomor 28 Tahun 2009 Pasal 80 ayat (1) dan (2) adalah paling tinggi 0,3% yang ditetapkan dengan Peraturan Daerah.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah  Nomor 25 Tahun 2002, besarnya persentase untuk menentukan besarnya Nilai Jual Kena Pajak (NJKP), yaitu :
     1.      Sebesar 40% dari NJOP untuk :
    • Objek Pajak Perkebunan,
    • Objek Pajak Kehutanan,
    • Objek PBB lainnya  apabila NJOP ≥ 1 milyar rupiah,

     2.      Sebesar 20% dari NJOP untuk :
    • Objek Pajak Pertambangan,
    • Objek PBB Lainnya apabila NJOP < 1 Milyar rupiah. 

b)  Tata Cara Perhitungan, Penyetoran dan Pelaporan
Tata Cara Perhitungan
PBB = Tarif pajak x NJKP
        = 0,5 % x [persentase NJKP x (NJOP – NJOPTKP)]

    • Ï– Tata Cara Penyetoran dan Pelaporan
      • Pajak yang terutang berdasarkan Surat Pemberitahuan Pajak Teruatang (SPPT) harus dilunasi selambat-lambatnya 6 bulan sejak tanggal diterimanya SPPT oleh wajib pajak.
      • Pajak yang terutang berdasarkan Surat Ketetapan Pajak (SKP) harus dilunasi selambat-lambatnya 1 bulan sejak tanggal diterimanya SKP oleh wajib pajak.
      • Pajak yang terutang pada saat jatuh tempo pembayaran tidak dibayar atau kurang dibayar, dikenakan denda administrasi sebesar 2 % per bulan dari jumlah yang tidak atau kurang dibayar, yang dihitung dari saat jatuh tempo sampai dengan hari pembayaran untuk jangka waktu paling lama 24 bulan, bagian dari bulan dihitung penuh 1 bulan.
      • Denda administrasi ditambah utang pajak yang belum atau kurang dibayar ditagih dengan Surat Tagihan Pajak (STP) dan harus dilunasi selambat-lambatnya 1 bulan sejak tanggal diterimanya STP oleh WP.
      • Pajak yang terutang dapat dibayar di Bank, Kantor Pos dan Giro, dan tempat lain yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan.
      • Tata cara pembayaran dan penagihan pajak diatur oleh Menteri Keuangan.
      • Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT), surat ketetapan pajak, dan Surat Tagihan Pajak merupakan dasar penagihan pajak.
      • Jumlah pajak yang terutang berdasarkan STP yang tidak dibayarkan pada waktunya dapat ditagih dengan Surat Paksa.

c)  Besarnya PBB Terhutang
Contoh 1
Wajib Pajak A mempunyai sebidang tanah dan bangunan yang NJOP-nya Rp 20.000.000,00 dan NJOPTKP untuk daerah tersebut Rp 12.000.000,00, maka besarnya pajak yang terutang adalah :
= 0,5% × 20% × (Rp 20.000.000,00 – Rp 12.000.000,00)
= Rp 8.000,00

B. BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN (BPHTB)
1.  Pengertian
    • Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) adalah pajak yang dikenakan atas perolehan hak atas tanah dan atau bangunan.
    • Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan adalah perbuatan atau peristiwa hukum yang mengakibatkan diperolehnya hak atas tanah dan atau bangunan oleh orang pribadi atau badan.
    • Hak atas Tanah dan atau Bangunan adalah hak atas tanah, termasuk hak pengelolaan beserta bangunan diatasnya, sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria, Undang-undang Nomor 16 tahun 1985 tentang Rumah Susun, dan ketentuan peraturan peundanga-undangan yang berlaku lainnya.

2.  Dasar Hukum
    • Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1997  sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2000 tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan. Undang-undang ini menggantikan Ordonansi Bea Balik Nama Staatsblad 1924 Nomor 291.
    • Peraturan Pemerintah Nomor 111 s.d. 114 tahun 2000,
    • Keputusan Menteri Keuangan Nomor 561/KMK.04/2004 tentang Pemberian Pengurangan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 91/PMK.03/2006,
    • Keputusan Menteri Keuangan Nomor 516/KMK.04/2000 tentang Tata Cara Penentuan Besarnya Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan sebagaimana terakhir diubah dengan PMK Nomor 14/PMK.03/2009.

3.  Subjek dan Objek Pajak
    • Subjek Pajak
Subjek pajak adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh hak atas tanah dan atau bangunan. Subjek pajak yang dikenakan kewajiban membayar pajak menjadi Wajib Pajak BPHTB menurut Undang-Undang BPHTB.

    • Objek Pajak
Objek pajak adalah perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan yang meliputi :
   1.   Pemindahan hak karena :
    • Jual beli;
    • Tukar menukar;
    • Hibah;
    • Hibah wasiat;
    • Pemasukan dalam perseroan atau badan  hukum lainnya;
    • Pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan;
    • Penunjukan pembeli dalam lelang;
    • Pelaksanaan keputusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum tetap;
    • Hadiah;
    • Waris;
    • Penggabungan usaha;
    • Peleburan usaha;
    • Pemekaran  usaha.
    1. 1. Pemberian hak baru, karena :
    • Kelanjutan pelepasan hak;
    • Di luar pelepasan hak.
    1. 2. Hak atas sebagaimana dimaksud dalam butir a adalah :
    • hak milik;
    • hak guna usaha;
    • hak guna bangunan;
    • hak pakai;        
    • hak milik atas satuan rumah susun;
    • hak pengelolaan.

    • Ï– Objek Pajak yang tidak dikenakan BPHTB adalah objek pajak yang diperoleh :
    • Perwakilan diplomatik, konsulat dengan asas timbal balik
    • Negara untuk penyelenggaraan pemerintahan dan atau untuk pelaksanaan pembangunan guna kepentingan umum.
    • Badan/perwakilan organisasi internasional yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan dengan syarat tidak menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di luar fungsi dan tugas badan atau perwakilan organisasi tersebut
    • Orang pribadi/badan karena konversi hak/perbuatan hukum lain tanpa perubahan nama
    • Orang pribadi atau badan karena wakaf
    • Orang pribadi  atau badan yang digunakan untuk kepentingan ibadah

4. Tarif dan Tata Cara Perhitungan, Penyetoran dan Pelaporan
    • Tarif
   Tarif pajak yang dikenakan atas objek BPHTB adalah 5%.

    • Tata Cara Perhitungan, Penyetoran dan Pelaporan
Tata Cara Perhitungan
BPHTB = Tarif pajak x NPOPKP
             = 5 % x (NPOP – NPOPTKP)
Jika perolehan hak atas tanah dan bangunan tersebut karena waris/hibah wasiat/pemberian hak pengelolaan, maka BPTHB yang harus dibayar adalah:
 BPHTB = 50 % x BPHTB yang terutang

    • Tata Cara Peyetoran dan Pelaporan
    • BPHTB yang terutang harus dibayar/dilunasi pada saat terjadinya perolehan hak, yaitu sama dengan saat terutangnya BPHTB.
    • Wajib pajak wajib membayar BPHTB yang terutang dengan tidak mendasarkan pada adanya surat ketetapan pajak. Sistem pemungutan BPHTB adalah self assessment.
    • BPHTB yang terutang dibayar ke kas negara melalui Kantor Pos dan/atau Bank BUMN atau Bank BUMD atau tempat pembayaran lain yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan dengan menggunakan Surat Setoran BPHTB.
    • Dalam jangka waktu 5 tahun sesudah saat terutangnya BPHTB, Direktur Jenderal Pajak menerbitkan Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar (SKBKB) apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain ternyata jumlah BPHTB yang terutang kurang dibayar.
    • Dalam jangka waktu 5 tahun sesudah saat terutangnya BPHTB, Direktur Jenderal Pajak menerbitkan Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kuramg Bayar Tambahan (SKBKBT) apabila ditemukan data baru dan/atau data yang semula belum terungkap yang menyebabkan penambahan jumlah BPHTB yang terutang diterbitkannya SKBKBT.
    • Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Tagihan BPHTB dan WP dikenakan sanksi berupa denda dan/atau bunga apabila:
  1. 1. BPHTB yang terutang tidak atau kurang bayar
  2. 2. Dari hasil pemeriksaan Surat Setoran BPHTB terdapat kekurangan pembayaran BPHTB sebagai akibat salah tulis atau salah hitung.
  3. 3. Pada saat WP memperoleh Surat Tagihan BPHTB jumlah yang harus dibayar oleh WP adalah sebesar BPHTB terutang yang tidak atau kurang bayar dalam Surat Tagihan BPHTB ditambah sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% sebulan untuk jangka waktu paling lama 24 bulan sejak saat terutangnya BPHTB.

5.   Besarnya BPHTB Terhutang
Contoh 1
Tuan Budi membeli tanah dan bangunan dengan NPOP Rp 70.000.000,00. Sedangkan Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak yang berlaku di Kabupaten/Kota tersebut Rp 60.000.000,00.
Nilai Perolehan Objek Pajak                                   Rp70.000.000,00
Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak           Rp 60.000.000,00
Nilai Perolehan Objek Pajak Kena Pajak                    Rp 10.000.000,00
BPHTB yang terutang = Rp 10.000.000,00 × 5% = Rp 500.000,00

C. BEA MATERAI
1. Pengertian
Bea Materai adalah pajak atas dokumen yang dipakai oleh masyarakat dalam lalu lintas hukum. Beberapa pengertian-pengertian lain yang perlu diketahui dalam bea materai, antara lain :
    • Bea Materai adalah pajak atas dokumen.
    • Dokumen adalah kertas yang berisikan tulisan yang mengandung arti dan maksud tentang perbuatan, keadaan atau kenyataan bagi seseorang dan/atau pihak-pihak yang berkepentingan.
    • Benda Materai adalah materai tempel dan kertas materai yang dikeluarkan oleh pemerintah Republik Indonesia.
    • Tanda Tangan adalah tanda tangan sebagaimana lazimnya dipergunakan, termasuk pula paraf, teraan atau cap tanda tangan atau cap paraf, teraan cap nama atau tanda lainnya sebagai pengganti tanda tangan.
    • Pemateraian kemudian adalah cara pelunasan Bea Materai yang dilakukan oleh Pejabat Pos atas permintaan pemegang dokumen yang Bea Materainya belum dilunasi sebagaimana mestinya.
    • Pejabat Pos adalah pejabat PT. Pos dan Giro yang diserahi tugas melayani permintaan pemateraian-kemudian.

2. Dasar Hukum
    • Undang-undang Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea Materai.
    • Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2000 tentang Perubahan Tarif Bea Materai dan Besarnya Batas Pengenaan Harga Nominal Yang Dikenakan Bea Materai.
    • Peraturan Menteri Keuangan Nomor 90/PMK.03/2005 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 15/PMK.03/2005 Tentang Bentuk, Ukuran, Warna, Dan Desain Materai Tempel Tahun 2005.
    • Keputusan Menteri Keuangan Nomor 133b/KMK.04/2000 tentang Pelunasan Bea Materai dengan Menggunakan Cara Lain.
    • Keputusan Dirjen Pajak Nomor KEP-122b/PJ./2000 tentang Tatacara Pelunasan Bea Materai dengan membubuhkan Tanda Bea Materai Lunas dengan Mesin Teraan.
    • Keputusan Dirjen Pajak Nomor KEP-122c/PJ./2000 tentang Tatacara Pelunasan Bea Materai dengan membubuhkan Tanda Bea Materai dengan Teknologi Percetakan.
    • Keputusan Dirjen Pajak Nomor KEP-122d/PJ./2000 tentang Tatacara Pelunasan Bea Materai dengan membubuhkan Tanda Bea Materai dengan Sistem Komputerisasi.
    • Keputusan Menteri Keuangan Nomor 476/KMK.03/2002 tentang Pelunasan Bea Materai dengan Cara Pemateraian Kemudian.
    • Keputusan Dirjen Pajak Nomor KEP-02/PJ./2003 tentang Tatacara Pemateraian Kemudian.
    • Surat Edaran Nomor 29/PJ.5/2000 tentang Dokumen Perbankan yang dikenakan Bea Materai.

3.  Subjek dan Objek Pajak
    • Subjek Pajak
Subjek Bea Materai adalah pihak yang menerima atau mendapat manfaat dari dokumen, kecuali pihak-pihak yang bersangkutan menentukan lain.

    • Objek Pajak
Pada prinsipnya dokumen yang harus dikenakan materai adalah dokumen menyatakan nilai nominal sampai jumlah tertentu, dokumen yang bersifat perdata dan dokumen yang digunakan di muka pengadilan, antara lain :
      1. 1. Surat perjanjian dan surat-surat lainnya yang dibuat dengan  tujuan untuk digunakan sebagai alat pembuktian mengenai perbuatan, kenyataan atau keadaan yang bersifat perdata.
      2. 2. Akta-akta notaris termasuk salinannya.
      3. 3. Akta-akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah   termasuk rangkap-rangkapnya.
      4. 4. Surat yang memuat jumlah uang yaitu:
        1. yang menyebutkan penerimaan uang;
        2. yang menyatakan pembukuan uang atau penyimpanan uang dalam rekening bank;
        3. yang berisi pemberitahuan saldo rekening di bank
        4. yang berisi pengakuan bahwa utang uang seluruhnya atau sebagian telah dilunasi atau diperhitungkan.
      1. 5. Surat berharga seperti wesel, promes, aksep dan cek.
      2. 6. Dokumen yang dikenakan Bea Materai juga terhadap dokumen yang akan digunakan sebagai alat pembuktian di muka pengadilan yaitu surat-surat biasa dan surat-surat kerumahtanggaan, dan surat-surat yang semula tidak dikenakan Bea Materai berdasarkan tujuannya, jika digunakan untuk tujuan lain atau digunakan oleh orang lain, lain dan maksud semula Yang Tidak Dikenakan Bea Materai :
    • Dokumen yang berupa, antara lain  surat penyimpanan barang, konosemen, surat angkutan penumpang dan barang, bukti pengiriman dan dan penerimaan barang, surat pengiriman barang untuk dijual atas tanggungan pengirim, surat-surat lainnya yang disamakan dengan surat-surat tersebut di atas.
    • Segala bentuk Ijasah. Yang termasuk dalam pengertian ini adalah Surat Tanda Tamat Belajar (STTB), tanda lulus, surat keterangan telah mengikuti suatu pendidikan, latihan, kursus, dan penataran.
    • Tanda terima gaji, uang tunggu, pensiun, uang tunjangan, dan pembayaran lainnya yang ada kaitannya dengan hubungan kerja serta surat-surat yang diserahkan untuk mendapatkan pembayaran itu.
    • Tanda bukti penerimaan uang negara dari Kas Negara, Kas Pemerintah Daerah, dan Bank.
    • Kuitansi untuk semua jenis pajak dan penerimaan lainnya yang dapat disamakan dengan itu dari Kas Negara, Kas Pemerintah Daerah, dan Bank.
    • Tanda penerimaan uang yang dibuat untuk keperluan internal organisasi.
    • Dokumen yang menyebutkan tabungan, pembayarn uang tabungan kepada penabung oleh bank, koperasi, dan badan-badan lainnya yang bergerak di bidang tersebut.
    • Surat gadai yang diberikan oleh Perum Pegadaian.
    • Tanda pembagian keuntungan atau bunga dari efek, dengan nama dan dalam bentuk apapun.

4.  Tarif dan Tata Cara Perhitungan, Penyetoran dan Pelaporan
    • Tarif
Jenis Dokumen
Nilai Terkena Bea Materai
Tarif Bea Materai
Surat Perjanjian dan surat-surat lainnya (antara lain surat kuasa, surat hibah, dan surat pernyataan) yang dibuat dengan tujuan untuk digunakan sebagai alat pembuktian mengenai perbuatan, kenyataan atau keadaan yang bersifat pendata.

-
Rp 6.000,00
Akta-akta Notaris termasuk salinannya.

-
Rp 6.000,00
Akta-akta yang dibuat Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) termasuk rangkap-rangkapnya.
-
Rp 6.000,00
Dokumen yang akan digunakan sebagai alat pembuktian di muka pengadilan, yaitu:
    • Surat-surat biasa dan surat-surat kerumahtanggaan.
    • Surat-surat yang semula tidak dikenakan Bea Materai berdasarkan tujuannya, jika digunakan untuk tujuan lain atau digunakan untuk orang lain, lain dari maksud semula.
-
Rp 6.000,00
Surat yang memuat jumlah uang, yang termasuk di dalamnya :
    • Yang menyebutkan penerimaan uang.
    • Yang menyatakan pembukuan uang atau penyimpanan uang dalam rekening di bank.
    • Yang berisi pemberitahuan saldo rekening di bank.
    • Yang berisi pengakuan bahwa utang uang sebagian atau seluruhnya telah dilunasi atau diperhitungkan.
<Rp 250.000,00
>Rp 250.000,00 s/d 
Rp 1.000.000,00
>Rp 1.000.000,00

Nihil
Rp 3.000,00


Rp 6.000,00



Surat berharga seperti wesel, promes, dan aksep 
<Rp 250.000,00
>Rp 250.000,00 s/d 
Rp 1.000.000,00
>Rp 1.000.000,00
Nihil
Rp 3.000,00


Rp 6.000,00
Cek dan Bilyet Giro
-
Rp 3.000,00
Efek dengan nama dan dalam bentuk apapun.
<Rp 250.000,00
>Rp 250.000,00 s/d 
Rp 1.000.000,00
>Rp 1.000.000,00
Nihil
Rp 3.000,00


Rp 6.000,00

5. Tata Cara Perhitungan, Penyetoran dan Pelaporan
    • Saat Terutang Bea Materai
        1. 1. Dokumen yang dibuat oleh satu pihak, adalah pada saat dokumen itu diserahkan dan diterima oleh pihak untuk siapa dokumen itu dibuat, bukan pada saat ditandatangani, misalnya kuintansi, cek, dan sebagainya.
        2. 2. Dokumen yang dibuat oleh lebih dari satu pihak, adalah pada saat dokumen itu telah selesai dibuat, yang ditutup dengan pembubuhan tanda tangan dari yang bersangkutan. Misalnya surat perjanjian jual beli.
        3. 3. Dokumen yang dibuat di luar negeri adalah pada saat digunakan di Indonesia. Bea Materai yang terutang dilunasi dengan cara pemateraian ke 

    • Cara Pelunasan Bea Materai
    • Materai Tempel
      1. 1. Materai tempel direkatkan seluruhnya dengan utuh dan tidak rusak di atas dokumen yang dikenakan Bea Materai.
      2. 2. Materai tempel direkatkan di tempat dimana tanda tangan akan dibubuhkan.
      3. 3. Pembubuhan tanda tangan disertai dengan pencantuman tanggal, bulan, dan tahun dilakukan dengan tinta atau yang sejenis dengan itu, sehingga sebagian tanda tangan ada diatas kertas dan sebagian lagi di atas materai tempel.
      4. 4. Jika digunakan lebih dari satu materai tempel, tanda tangan harus dibubuhkan sebagian di atas semua materai tempel dan sebagian di atas kertas.
    • Kertas Materai
        1. 1. Jika isi dokumen yang dikenakan Bea Materai terlalu panjang untuk dimuat seluruhnya di atas kertas materai yang digunakan, maka untuk bagian isi yang masih tertinggal dapat digunakan kertas tidak bermaterai.
        2. 2. Membubuhkan tanda tangan disertai dengan pencantuman tanggal, bulan, dan tahun dilakukan dengan tinta atau yang sejenis dengan itu diatas kertas materai
        3. 3. Kertas materai yang sudah digunakan, tidak boleh digunakan lagi. 
        4. 2. Apabila ketentuan diatas tidak dipenuhi, dokumen yang bersangkutan dianggap tidak bermaterai.
    • Mesin Teraan Materai
Pelunasan Bea Materai dengan membubuhkan tanda Bea Materai Lunas dengan mesin teraan materai hanya diperkenankan kepada penerbit dokumen yang melakukan pemateraian dengan jumlah rata-rata setiap hari minimal sebanyak 50 dokumen.
    1. 1. Penerbit dokumen yang akan melakukan pelunasan Bea Materai dengan membubuhkan tanda Bea Materai Lunas dengan mesin teraan materai harus mengajukan permohonan ijin secara tertulis kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak setempat.
    2. 2. Mencantumkan jenis/merk dan tahun pembuatan mesin teraan materai yang akan digunakan.
    3. 3. Melampirkan surat pernyataan tentang jumlah rata-rata dokumen yang harus dilunasi Bea Materai setiap hari;
    4. 4. Harus melakukan penyetoran Bea Materai di muka minimal sebesar Rp 15.000.000,- (lima belas juta Rupiah) dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (F.2.0.32.01) Ke Kas Negara melalui Bank Presepsi. 
    • Pemateraian Kemudian
Pemateraian kemudian adalah cara pelunasan BEA Materai yang dilakukan oleh Pejabat Pos atas permintaan pemegang dokumen yang Bea Materainya belum dilunasi sebagaimana mestinya.
   Pemateraian kemudian dilakukan atas :
        1. 1. Dokumen yang semula tidak terutang Bea Materai namun akan digunakan sebagai alat pembuktian di muka pengadilan.
        2. 2. Dokumen yang Bea Materainya tidak atau kurang dilunasi sebagaimana mestinya.
        3. 3. Dokumen yang dibuat di luar negeri yang akan digunakan di Indonesia. 
 Pemateraian kemudian wajib dilakukan terhadap dokumen-dokumen seperti diatas dengan menggunakan :
    • Materai Tempel
    • Surat Setoran Pajak yang disahkan oleh Pejabat Pos.
  Besarnya Bea Materai yang harus dilunasi dengan cara Pemateraian Kemudian adalah :
        1. 1. Atas dokumen yang semula tidak terutang Bea Materai namun akan digunakan sebagai alat pembuktian di muka pengadilan adalah sebesar Bea Materai yang terutang sesuai dengan peraturan yang berlaku pada saat pemateraian kemudian dilakukan.
        2. 2. Atas dokumen yang tidak atau kurang dilunasi sebagaimana mestinya adalah sebesar Bea Materai yang terutang.
        3. 3. Atas dokumen yang dibuat di luar negeri yang akan digunakan di Indonesia adalah sebesar Bea Materai yang terutang sesuai dengan peraturan yang berlaku pada saat pemateraian kemudian dilakukan.

6. Besarnya Bea Materai Terhutang
Contoh 
Pak Usman membeli sebuah Genset Rp 150.000.000 pembayaran uang muka sebesar 20% sisanya diangsur selama empat kali berturut-turut yaitu sebesar 25%. Hitunglah bea materai jika :
a.         Seluruh dokumen yang digunakan adalah kuitansi
b.         Seluruh dokumen yang digunakan adalah cek
Jawab :
Jumlah uang yang telah dikeluarkan Pak Usman adalah :
Uang muka : 20% × Rp 150.000.000,00 = Rp 30.000.000,00
Angsuran 1 : 25% × Rp 150.000.000,00 = Rp 37.500.000,00
Angsuran 2 : 25% × Rp 150.000.000,00 = Rp 37.500.000,00
Angsuran 3 : 25% × Rp 150.000.000,00 = Rp 37.500.000,00
Angsuran 4 : 25% × Rp 150.000.000,00 = Rp  7.500.000,00


No
Nominal
Kuitansi
Cek
1
Rp 30.000.000,00
Rp 6.000
Rp 3.000
2
Rp 37.500.000,00
Rp 6.000
Rp 3.000
3
Rp 37.500.000,00
Rp 6.000
Rp 3.000
4
Rp 37.500.000,00
Rp 6.000
Rp 3.000
5
Rp  7.500.000,00
Rp 6.000
Rp 3.000

Jumlah
Rp 30.000
Rp 15.000














BAB III
PENUTUP

A.  Kesimpulan
       Menurut Pasal 1 UU No. 21 Tahun 1997 jo. UU No. 20 Tahun 2000, Bea perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan adalah pajak yang dikenakan atas perolehan hak atas tanah dan atau bangunan, dan inilah yang dinamakan dengan pajak.
       Adapun Hak atas Tanah dan atau Bangunan adalah hak atas tanah, termasuk hak pengelolaan, beserta bangunan di atasnya, sebagaimana dimaksud dalam UU No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, UU No. 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun, dan ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.
           Yang menjadi subjek dari BPHTB ini adalah orang pribadi atau badan yang mempunyai tanah dan bangunan dan ini juga sesuai dengan yang terdapat dalam UU BPHTB. Sedangkan yang menjadi objek dari BPHTB ini yaitu tanah dan bangunan.
           Bea Meterai merupakan pajak yang dikenakan terhadap dokumen yang menurut Undang-undang Bea Meterai menjadi objek Bea Meterai. Bea materai digunakan untuk dokumen-dokumen yang berhubungan dengan penerimaan uang, ataupun untuk surat-surat berharga yang penggunaannya telah diatur oleh menteri keuangan, adapun jenisnya berupa materai tempel dengan nominal Rp. 3.000,00 dan Rp. 6.000,00 maupun materai kertas yang biasanya digunakan untuk surat berharga seperti surat tanda tamat belajar maupun akta tanah.Penggunaan bea materai dalam dokumen-dokumen tersebut adalah sebagai alat pengesahan dokumen tersebut.

    1. B.   Saran
    Isi dari makalah ini masih belum lengkap dan jauh dari kodisi sempurna, oleh sebab itu penulis dengan senang hati mengaharapkan masukan dan kritikan dari pembaca guna penyempurnaan lebih lanjut
DAFTAR PUSTAKA

Mardiasmo. 2011. Perpajakan Edisi Revisi. Yogyakarta : Penerbit ANDI
http://eddiwahyudi.com/perspektif-pajak-sebagai-sarana-pendukung
pembangunan/pajak-bumi-dan-bangunan-pbb/
http://ikadamayantiali.blogspot.co.id/2012/12/pajak-pbb-dan-bphtb.html
http://sesesey.blogspot.co.id/2014/01/bphtb-bea-perolehan-hak-atas-tanah-dan.html
http://www.tarif.depkeu.go.id/Bidang/?bid=pajak&cat=materai
http://ikasmilevalery.blogspot.co.id/2009/12/cara-pelunasan-bea.html
https://www.scribd.com/doc/52906977/Bea-Materai


0 comments:

Post a Comment